Hasan Hamid, lahir tanggal 16 Agustus 1974, adalah anak ke-8 dari pasangan H Abdul Hamid- Hj Masruroh, warga Desa Pecabean Kecamatan Pangkah Kabupaten Tegal. Saat baru berusia 5 tahun, ia meminta kepada orang tuanya agar masuk sekolah SD. Keinginannya itu terbesit karena teman-temannya sudah pada sekolah.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh9klEW24bXzNXvKd0dRjwkm0JF9624hW90qH9jlpEKxAZsbcnaHkI-XzTbZoVQqQY4DR-72NaDDR7-u-tS7TJcaHynleiAW2d3mY51_P10eL008l5j4WxsPGU6zTpP6ypZc0NU4nZCmUU/s200/abih2.jpg) |
Mirza Nabih Dzulfadli, anak kedua |
Karena meminta sambil menangis, oleh orang tuanya kemudian di daftarkan di SD II Desa Pecabean. Saat mendaftar, dia disarankan untuk mengukur usia dengan cara tangan kanan diminta di atas kepala dan memegang telinga kiri. Ternyata tangan kanannya belum bisa memegang telinga kiri, yang berarti dari segi usia belum diperbolehkan masuk sekolah.
Namun H Abdul Hamid yang saat itu mengantarkan untuk mendaftar sekolah meminta kelonggaran pihak sekolah, mengingat anaknya bersikeras untuk bisa sekolah. Terjadilah kesepakatan, bahwa Hasan Hamid sekolah untuk sebatas formalitas, karena usianya belum mencukupi.
Tahun pertama pun akhirnya dia tidak mendapatkan raport, karena memang belum diperbolehkan. Pada tahun kedua, dia tetap di kelas I, dengan siswa baru lainnya.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiQStaGBxAhfCrGn_jf457FTvQ59JpmdHQbWSvpx5LC6_FvswkhYGuE2tc-qbo_REf3G5CFfmmGYmE4lVtO3ypE7_LKUGUHWHB5Do7UK6Nt4E72buZkGix0VIusAzssnYMryrS0H9SAmew/s200/devina+kecil.jpg) |
Mirza Nabih Dzulfadli,
Muhammad Kahlil Rayhan,
Mufidatul Khasanah dan anak
bontonya Devina Nisrina Adilah |
Tiga tahun setelah itu, gedung sekolah SD II menempati lokasi baru yang berada di Pecabean bagian selatan. Lokasi dari rumahnya sekitar 9 kilometer. Meski terhitung jauh, namun tetap melanjutkan pendidikan dasar hingga selesai. Di sekolah dasar, sejumlah guru yang masih saya ingat adalah Bapak Rustad. Guru matematika yang satu ini cukup mudah diingat karena kebiasannya menjewer anak yang suka main berlebihan. Waktu itu memang banyak siswa yang takut, tetapi setelah lulus dari sekolah dasar, banyak di antara temen saya yang justru mengingatnya, pertanda kangen...
Lulus dari SD, saya melanjutkan pendidikan di MTs Raudlatut Tholibien, Desa Kalikangkung. Di bawah pembinaan pengasuh Ponpes tersebut KH Abdul Djalil, saya merampungkan pendidikan selama tiga tahun. Lokasi sekolah tersebut sekitar 15 kilometer dari rumah saya. Namun, untuk sampai ke sekolah, tidak jarang saya berangkat dengan jalan kaki menyusuri persawahan. Biasanya, dalam perjalanan saya ngampiri temen yang berasal dari Desa Jatirawa, Khusni. Di sekolah tersebut, ada kakak saya yang juga menjadi guru, H Machmud.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhGCRYnQJePpVp6bvDSMDMKCnhv2BrTqtMJWfcqgXJURBPz5_QT3ZNBIG04iGiEJvSmvEOoGc_xdkGND73D43z5FTurEc5Gfxbg3IQhkwoUnRZYf1oQAR900Kl7qf5MWo3xKEZDsFnA2g0/s200/devina.jpg) |
Mufidatul Khasanah, Devina Nisrina Adilah,
Ibu Hj Masruroh, Mbak Halimah dan Mbak Rofikoh |
Selepas dari sekolah tersebut, saya melanjutkan pendidikan di Ponpes Al Hikmah, Benda Sirampog Brebes. Saya masuk Madrasah Aliyah Kelas A. Namun pendidikan di sekolah ini hanya satu tahun. Saya tidak melanjutkan sekolah di pondok bukan karena dikeluarkan, tapi entah kenapa ada keinginan yang mendorong untuk pulang rumah dan tidak kembali lagi ke sekolah tersebut.
Padahal di sekolah tersebut menyenangkan, banyak ilmu pengetahuan dan ilmu agama yang diperoleh selama nyantri di Ponpes Al Hikmah. Bait-bait Alfiyah Ibnu Majah begitu melekat dibibir dan di hati, demikian pula Kitab Tafsir Jalalain, Amriti dan lainnya.
Ada pengamalam menarik ketika pengajian di Masjid pondok, saat itu Gus Labib (putranya KH Sodik, salah seorang pengasuh ponpes memberi ijazah kepada semua santrinya yang hadir dalam pengajian. Waktu itu beliau bilang akan memberi ijazah untuk obat udun/wudun. Namun mensyaratkan santrinya tidak menulis ijazah tersebut melainkan cukup di hafal. Beliau kemudian mengucapnya selama tiga kali.
Ijazah tersebut berbunyi : "Ratu golang galing, ora sida dadi ratu, sidane dadi golang galing. ketibanan idu putih, idu putihe saking kersane gusti Allah. kemudian membaca tahmid dan mengolehkan idu ke lokasi dimana udun itu muncul"
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgKa6FNjxeahZ4NbQZ1VsFJ4OB1Q2iXM3AUPkaU9XAB4aFyhOIU6N_YYtrVZSaRjsdFyZMDrTfCIfrFHKovvKZtGcEtuLKKpDWC894aZMKy0LiiTbmAZ0zJEqljch7L1TyTL8qBxZLijM8/s200/devina2.jpg) |
Devina Nisrina Adilah bersama Mufidatul Khasanah |
Ijazah tersebut memang terkesan aneh. Tapi saya sudah pernah mencobanya, Alhamdulillah, berhasil. Udun tidak muncul.
Setelah tidak sekolah di MA Al Hikmah, saya kemudian mendaftar sekolah di SMA Penawaja, Adiwerna. Di sekolah ini, saya menempuh pendidikan selama tiga tahun. Di sekolah ini pula saya berlatih ilmu bela diri Karate Sitoryukai, yang diasuh oleh Simpe Kamal. (Bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar